Memangnya selama ini dari mana rezekimu?
Malam itu, setelah pengajian berakhir, guru saya kedatangan seorang tamu lelaki yang hendak ramah tamah. Seperti biasa, saya hanya duduk saja mendengarkan.
Dalam suasana seperti ini sebenarnya saya cukup canggung, khawatir tamu tersebut ingin mengungkapkan hal yang agak pribadi lantas keberadaan saya membuatnya sungkan. Tapi apa boleh buat, saya selalu diperintahkan untuk diam di tempat, dan ikut berbincang enam mata di sana.
Saya tahu, mungkin di antara semua murid beliau, sayalah yang paling dangkal dalam pengalaman. Maka, mendengarkan cerita-cerita para tamu akan memperkaya pengalaman baru bagi saya.
Seperti malam itu, ada sebuah nasihat beliau yang sangat menggores di hati. Setelah lelaki tersebut berkisah panjang lebar tentang lingkungannya, keluarganya, hingga perihal rezeki, maka keluarlah nasihat guru.
“Kalau seseorang menyangka bahwa rezekinya berasal dari sumber penghasilannya, maka Allah akan menjadikan rezekinya benar-benar hanya dari penghasilan itu saja.”
Semua muridnya tahu, beliau tipe orang yang tidak banyak bicara. Tetapi begitu berkata, pasti bermakna sekali. Sungguh padat benar satu kalimat tersebut.
Bahwa banyak orang gelisah terhadap kenaikan harga, pengeluaran yang terus bertambah, serta meningkatnya biaya kesehatan dan lain-lain, sementara gaji dari kantornya benar-benar terbatas. Maka jadilah gaji yang diperoleh akhirnya tak bisa mencukupi, karena Allah sebagaimana prasangka hamba-Nya.
Pemikiran seperti ini, seolah-olah Allah tidak kuasa memberikan rezeki kepadanya dari jalan lain, kecuali hanya dari penghasilannya saja. Padahal Allah memberi rezeki dari segala penjuru,
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“Dia memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
(Surat At-Thalaq: 3)
Oleh karena itu kurang elok rasanya saat kita berkata, “Dari mana lagi saya bisa dapat rezeki kalau bukan dari pekerjaan saya ini.”
Atau kadang orang suka berbicara, “Toko ini satu-satunya sumber pendapatan saya.”
Padahal Allah selama ini memberi rezeki manusia dari berbagai sumber, baik yang disangkanya maupun yang tidak disangkanya. Perniagaan maupun pekerjaan, hanya salah satu dari saluran turunnya rezeki Allah tersebut.
Sebagaimana kisah seorang pemuda yang berjumpa dengan kakek berpenampilan seperti dari kampung pedalaman. Mungkin si pemuda merasa penasaran, sehingga bertanyalah ia,
“Kakek, dari mana sumber penghidupan engkau selama ini?”
“Nak, ketahuilah. Kalau Allah hanya memberi rezeki dari sumber yang kita ketahui, niscaya kita tidak bisa hidup.”
Kakek yang bijaksana itu telah membuka mata si pemuda, bahwa rezeki Allah teramat luas, tak mungkin terjangkau oleh akal pikiran kita yang sempit ini.
Tugas kita adalah mantapkan keyakinan, luaskan prasangka baik kepada Allah, bahwa sumber pendapatan kita bukanlah satu-satunya saluran rezeki-Nya.