Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer

Yusmar Purwoko

Penemu

Sejak kecil suka mengutak-atik dan membongkar-pasang mainan elektronik, Yusmar Purwoko (14) siswa kelas III SMP Muhammadiyah 4, Yogyakarta berhasil menciptakan alat yang mungkin akan membuat setiap orang dewasa terpana: detektor tsunami!

Berkat karyanya itu ia terpilih menjadi salah satu duta Indonesia di ajang “International Exhibition for Young Inventor III ” di India, 13-16 Februari 2007. Sebelumnya, Yusmar telah menyabet juara III Lomba Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional Siswa SMP Tahun 2006 yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agustus tahun lalu.

Yusmar ingat, saat masih duduk di kelas IV SD, untuk pertama kalinya ia membongkar mainan mobil balap Tamiya-nya yang rusak. Mesin Tamiya yang masih bisa bekerja baik dicopotnya. Lantas, ia memodifikasinya menjadi sebuah kipas angin kecil. Baling-baling kipas didapatnya dari mainan yang lain.

“Waktu itu udara gerah banget, sementara hanya ada satu kipas angin kecil di keluarga kami. Itu pun sedang dipakai kakak saya. Jadi, saya tertarik membuat kipas angin dari mesin Tamiya, ” ujarnya.

Oleh sang ayah, Yusmar justru dibiarkan berkreasi. Sang ayah tidak marah atas “ulah “-nya itu. Malah sang ayah ikut membantunya membuat “kipas angin ” yang nyaman untuk digenggam. Sejak saat itulah, Yusmar mulai suka pada hal-hal yang berbau mesin, listrik, dan elektronik.

Ia kembali “main-main ” dengan elektronik saat mencoba memperbaiki Play Station yang rusak. Stik Play Station yang macet dibongkarnya dan diperbaikinya seorang diri. Hasilnya, stik itu pun bisa dipakai lagi. Kini, hobi utak-atik masih berjalan dan sasaran beralih ke sepeda motor. Modifikasi dan bongkar mesin adalah hobinya.

Waktu pertama masuk SMP dan berkenalan dengan bidang studi Fisika, Yusmar langsung jatuh cinta. Namun, ia lebih tertarik dengan praktik-praktik fisika di laboratorium ketimbang harus menggeluti teori-teorinya.

“Soalnya, jika praktik di laboratorium, saya bisa mulai mencoba-coba berbagai hal, bisa bereksplorasi. Praktik fisika sebenarnya sama dengan bermain sehingga tidak membosankan. Untungnya guru selalu mendukung kami mencoba hal-hal baru, ” ujarnya tersenyum.

Saat pihak sekolah menyodorkan brosur penyelenggaraan Lomba Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional yang diselenggarakan LIPI, muncul pertanyaan di benak Yusmar: apa yang paling dibutuhkan bangsa ini Namun, itu harus bisa diwujudkan melalui teknologi sederhana sehingga bisa diaplikasikan secara mudah dan murah.

Diilhami peristiwa tsunami Aceh tahun 2004, langsung terbersit dalam pikirannya, seandainya ada detektor tsunami, pasti tsunami di Aceh tidak akan memakan korban begitu banyak. Dan, jika terjadi tsunami di daerah lain, pasti bisa diantisipasi sehingga tidak memunculkan korban. Yusmar lantas mencoba mewujudkan idenya itu melalui alat detektor tsunami sederhana. Dengan bimbingan guru sains sekolah, Muhammad Dukha, ia memulai membuat alat deteksi dini tsunami.

Teknologinya mungkin tidak terpikirkan para pakar gempa ataupun pakar lain, sederhana tetapi “canggih “. Teknologi yang digunakan adalah memasang dua magnet silinder yang disambungkan dengan elektrode. Kedua magnet itu digantung di atas permukaan laut. Saat ombak tsunami datang, magnet diterjang ombak hingga akan terdorong menyentuh elektrode. Dalam sekejap sakelar sirene yang dihubungkan ke daratan akan meraung-raung dan lampu peringatan ikut menyala, memberi peringatan dini kepada masyarakat segera menjauhi pantai. Kini teknologinya itu sedikit diubah dan disempurnakan.

Anehnya, putra pasangan Suwandi (47) dan Sustiyati (44) itu justru mengaku tidak ingin menjadi ilmuwan. “Saya ingin menjadi tentara. Soalnya terlihat gagah, ” tutur siswa kelahiran 5 Maret 1992 ini, yang memang memiliki postur tubuh lebih tinggi besar jika dibandingkan dengan rekan-rekan sebayanya.

Yusmar berharap agar kian banyak siswa berani berkreasi membuat temuan-temuan baru. “Dengan begitu, bangsa kita tidak akan tertinggal dari bangsa-bangsa lain, ” ujarnya.

Sumber